![]() |
Penyelesaian konflik agraria, Perhutani KPH Bondowoso melakukan kerjasama dengan masyarakat hutan (Foto: Dok NI) |
Bondowoso, newsIndonesia.id - Penyelesaian konflik agraria antara masyarakat dan Perhutani di Kabupaten Bondowoso menjadi contoh solusi kolaboratif dalam pengelolaan lahan. Selama lebih dari tiga dekade, terjadi polemik kepemilikan dan pemanfaatan lahan seluas 76 hektare yang akhirnya diselesaikan melalui mekanisme Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara masyarakat dan Perhutani.
Administratur Perhutani KPH Bondowoso, Misbakhul Munir, menjelaskan, bahwa setelah melalui berbagai diskusi dan penelusuran data kepemilikan lahan, dipastikan bahwa lahan tersebut adalah milik Perhutani. Hal ini juga diperkuat oleh hasil verifikasi Kejaksaan Negeri Bondowoso. Jumat (28/2/2025)
"Permasalahan ini bermula sejak tahun 1990-an ketika sebagian lahan Perhutani dikelola oleh PT Mutiara Blambangan. Seiring waktu, terjadi proses tukar guling antara perusahaan dan Perhutani, yang mengakibatkan kepemilikan lahan sepenuhnya berada di bawah Perhutani. Namun, dalam perkembangannya, masyarakat mulai memanfaatkan lahan tersebut tanpa kejelasan hak kelola," jelasnya
Situasi ini memicu berbagai perselisihan hingga akhirnya melibatkan berbagai pihak terkait, untuk menyelesaikannya dengan adil dan bijaksana.
"Ada DPRD Kabupaten Bondowoso, Kejaksaan, TNI, Polri, serta Pemerintah Daerah dan Dinas Pertanian dan Kehutanan," imbuhnya.
Sementara itu, Dzakiyul Fikri Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso mengatakan, sudah melalui empat kali pertemuan dengan masyarakat, akhirnya disepakati bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) menjadi solusi terbaik.
"Dengan mekanisme ini, masyarakat tetap dapat mengelola lahan secara legal tanpa harus memiliki hak milik pribadi. Kami juga akan terus mengawal perjanjian tandatangan kerjasama pemanfaatan hutan tersebut," katanya
Dilain sisi, Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, menegaskan, bahwa kesepakatan ini memberikan kejelasan dalam pengelolaan lahan sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan. Lebih dari 50 masyarakat yang terlibat dalam kesepakatan ini mendapatkan hak guna kelola dengan luas lahan yang bervariasi.
"Adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini, masyarakat dapat mengelola kawasan hutan secara legal, aman, dan tentram tanpa terjadi konflik kepemilikan di kemudian hari. Selain itu dapat menjadi model penyelesaian agraria yang dapat diterapkan di daerah lain, untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan," tandasnya
Sebagai langkah edukatif, penyelesaian konflik ini mengajarkan bahwa kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dapat menjadi solusi dalam penyelesaian sengketa lahan secara damai, legal, dan berkelanjutan.
(wn)